Ketika biru dan hujan menyatu
Ketika biru dan gelap bersentuhan
Ketika biru dan kota pelajar menjadi netra
Lahirlah aura bersama kekuatan Tuhan
Dua caturwulan..
Terbalas sudah…
Hingga bahagia tak terbendung
Dengan tergambarnya ragaku dalam lingkaran pupilmu
Dalam niat tuk pertemukan dua pasang bola mata
Dukaku lenyap bersama bintang
Kita…
Hanya tersenyum dalam diam
Ketika cemas berhasil kalahkan lelah
Bersama sayup cahaya lampu desa
Serta sunyinya kelokan di ujung jalan
Kau bawa bayang dirimu
Temani diriku
Aku adalah mentari
Yang terjadwal
harus terbenam ketika petang
Dan kembali nampak ketika fajar
Aku bukan langit
Yang miliki tempat kekal dan takkan berpindah
Sampai tangan Tuhan yang bekerja
Aku hanya pendatang
Cepat atau lambat kan enyah dari pantauanmu
Peduliku akan sulit sampai padamu
Sayangku takkan utuh merangkulmu
Ketika aku tak berada di Kotamu
Walaupun…
Mimpiku adalah kamu
Bahagiaku adalah kamu
Tujuh belas tahunku bersamamu
Jarak tlah menjelma menjadi masalah
Ia hilangkanmu
Akulah..
Korban sang jarak
Salah..
Ketika kau minta aku pada yang hidup bersamaku
Mintalah,
Pada yang memilikiku
Pada yang izinkan darah berkeliaran dalam tubuhku
Pada yang simpan oksigen dalam paru-paruku
Tuhan sang pencipta
Rindu..
Pasti kan ikuti jalanku
Bodoh..
Jika ku biarkan kau sendiri dalam remangnya lampu desa
Pantai..
Tetap tertahan sembari takdir menghampiri
Kau..
Kan terganti oleh yg selalu disampingku
Aku..
Kan terganti oleh yg selalu disampingmu
Pada akhirnya,
Nek cen jodoh, ora nandi
Kalimatmu…
Terimakasih,
karena esok kita
takkan bertemu
Sugeng dalu
Yogyakarta, 26 Desember 2013
Yogyakarta, 26 Desember 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar